Rabu, 30 Oktober 2013

Tulisan 1



80% Pekerja di Jabodetabek terima upah dibawah UMR

JAKARTA – Hampir 80 persen pekerja supermarket, swalayan, dan restoran di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabeka) tidak menerima gaji berdasarkan upah minimum 2013 yang saat ini berlaku. Demikian hasil survei yang dilakukan oleh Labor Institute Indonesia.

Selain itu, hampir 90 persen perundingan upah saat ini ditengarai menimbulkan konflik hubungan industrial antara kalangan serikat pekerja dengan pengusaha. Peran pemerintah, terlebih gubernur di setiap provinsi, dituding hanya sebagai “tukang stempel” belaka, yang artinya hanya melakukan persetujuan atas usulan dewan pengupahan provinsi dan kota/kabupaten.

“Labor Institute Indonesia berpendapat bahwa permasalahan pengupahan saat ini yang rawan konflik disebabkan terputusnya keran komunikasi antara pemangku kepentingan pelaku bisnis, seperti buruh dan pengusaha,” kata Koordinator Kampanye Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/10/2013).

Buruh dan pengusaha, lanjut dia, mempunyai posisi yang sama penting, yaitu partner dalam menjalankan dan mengelola bisnis. Keran komunikasi tersebut harus segera dibuka, dan serikat pekerja juga dituntut untuk mengelola manajemen organisasinya agar melakukan pelatihan dan pendidikan bagi anggotanya, seperti strategi berunding dan dialog, sehingga permasalahan yang setiap tahun muncul, seperti demonstrasi dan mogok kerja dikarenakan menuntut upah minimum, intensitasnya akan semakin berkurang.

Dalam hal ini, prinsip win-win solution atas dasar kepercayaan dan keterbukaan harus dikedepankan, khususnya persentase besaran margin keuntungan perusahaan setiap tahun. Pola ini saat ini sudah diterapkan di Australia, Jepang, Korea, dan Singapura.

Selain itu pemerintah perlu memberikan kebijakan tax holiday atau dispensasi pengurangan dan pembebasan pajak badan dan perusahaan bagi perusahaan-perusahaan yang labor intensif, seperti manufaktur, yang mempekerjakan buruh atau pekerjanya di atas 10 ribu. Sehingga perusahaan bisa mengalokasikan biaya pajak tersebut untuk kesejahteraan para pekerjanya. 


Tanggapan :
            Dalam kasus ini banyak pihak yang harus ikut membantu memberikan solusi, bukan hanya pemerintah saja yang menangani tetapi juga dari pihak pengusaha agar saling percaya dan terbuka dalam mengatur besarnya upah yang akan diberikan kepada buruh atau pekerja. Para buruh dan pekerja juga harus konsisten dengan lebih meningkat kualitas kinerjanya dalam berkontribusi kepada perusahaan. Pemerintah sebagai pengatur dalam tingkat upah minimum buruh harus memberikan pengarahan kepada pengusaha, baik dalam strategi manajemen biaya atau manajemen penggajian pekerjanya.
 
Sumber: http://economy.okezone.com/read/2013/10/30/320/889376/duh-80-pekerja-di-jabodetabeka-terima-upah-di-bawah-umr 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar