Jumat, 27 Desember 2013

Tulisan 15



Aprindo protes Kemendag wajibkan mal jual produk dalam negeri

 

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta mengkritik kebijakan pemerintah yang mewajibkan pusat perbelanjaan dan toko modern menjual 80 persen produk buatan Indonesia alias Made In Indonesia. Menurut Tutum, kebijakan ini hanya memaksa pengusaha ritel sepihak untuk menjual produk dalam negeri sementara pemerintah tetap membiarkan produk impor merajalela.

Aturan ini tertuang pada Permendag 70 Tahun 2013 tentang pedoman penataan pasar tradisional dan pusat toko modern.

"Peraturan itu harus sinkron, retailer diberi aturan menjual produk impor tapi produk impor masa masih dibiarkan begitu saja," ucap Tutum ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Kamis (26/12).

Sejujurnya menurut Tutum pihaknya ingin menjual produk dalam negeri mencapai 100 persen. Namun, buruknya infrastruktur industri dalam negeri membuat produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor. Kenyataannya, saat ini produk impor jelas jelas mengalahkan produk dalam negeri.

"Kita sebenarnya mau jual 100 persen, tapi bagaimana pemerintah ikut melarang barang impor sehingga barang dalam negeri bisa bersaing. Sekarang barang luar negeri bebas bea masuk, bisa enggak pemerintah melarang itu," tegasnya.

Bukan itu saja, sebagai penjual Tutum juga tidak bisa mengontrol barang yang ingin dibeli konsumen. Permintaan konsumen banyak pada barang impor karena memang kualitas produk dalam negeri masih kalah, dan juga harga produk luar negeri jauh lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.

"Kita mau dikasih aturan main jual 100 persen, tapi kan konsumen tidak bisa kita kontrol. Mereka mencari kualitas produk yang bagus dan harga murah (impor)," tutupnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan aturan baru. Permendag 70 Tahun 2013 tentang pedoman penataan pasar tradisional dan pusat toko modern. Dalam aturan ini, Kemendag mewajibkan pusat perbelanjaan dan toko modern menjual 80 persen produk buatan Indonesia alias Made In Indonesia.

Wakil Menteri Perdagangan
Bayu Krisnamurthi mengatakan, aturan ini merupakan langkah strategis mengendalikan neraca perdagangan Indonesia yang kerap defisit lantaran besarnya impor dibandingkan ekspor. Selain itu, aturan ini juga sebagai pendukung kenaikan PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 untuk barang konsumsi dan barang mewah.

"Dalam garis besar mewajibkan beberapa hal seperti untuk pusat perbelanjaan dan toko modern diwajibkan untuk menjual 80 persen produk dalam negeri, Made In Indonesia," ucap Bayu di Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu.

 

Sumber: http://www.merdeka.com/uang/aprindo-protes-kemendag-wajibkan-mal-jual-produk-dalam-negeri.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar